robitaheldaroini
  • Home
  • Download
  • Social
  • Features
    • Lifestyle
    • Sports Group
      • Category 1
      • Category 2
      • Category 3
      • Category 4
      • Category 5
    • Sub Menu 3
    • Sub Menu 4
  • Contact Us

 


Salam.
Kalau antum-antum adalah pengguna loyal platform twitter, mungkin udah tahu kalau beberapa waktu yang lalu twitter gempar (emang kapan ngga pernah gempar?) sama tweetnya Revina VT.

Revina VT adalah selebgram yang terkenal karena.....nga tau(daripada gue sok tahu). Gue cuma tahu Mba Revina ini karena cium cium ikan tangannya Yonglek. Itu videonya melekat banget di lobus frontalis gue sampe sekarang :') padahal sekarang yonglek dah punya istri dan anak :')

Au ah, balik lagi ke Mba Revina VT
Jadi Mba Revina beberapa waktu yang lalu nge tweet kek gini



Dari dulu sampai sekarang, gue ngga pernah paham kenapa setiap orang yang ngomong "no offense" selalu diikuti dengan kalimat yang offended somebody. 

Mungkin dipikir kalau udah ngomong "no offense" maka dia punya wildcard untuk bebas ngomong apa saja "kan gue udah bilang no offense nih, jadi kalo gue ngatain ketek lo bau dan lo marah, berarti bukan salah gue"

Gitu kali ya logikanya? >,<

Kalau dari tweetnya revina, kayanya gue ngga perlu bahas lebih lanjut. Soalnya secara eksplisit kita semua bisa menilai tweet dia itu rude, mean, bikin pingin nangis karena insecure dan banyak reaksi-reaksi lainnya. Mba Revina-nya juga secara berbesar hati meminta maaf atas diksi yang ia gunakan pada twitternya. Ngga, gue ngga mau bahas tentang itu. Gue sudah komentar panjang kali lebar tentang body shamming di postingan 2017 lalu (kalau ngga salah)

Gue justru lebih tertarik buat ngomentari instatorynya tentang ini:

Sumber : https://hot.detik.com/celeb/d-5159303/revina-vt-belajar-berempati-usai-diberi-balasan-menohok-soal-body-shaming


"Menurut gue, jahat banget orang-orang kalau masih spread body positivity tapi larinya malah ke toxic positivity"
Oke, gue tertarik banget sama topik toxic positivity soalnya relate sama era saat ini, era influencer yang ngga pagi ngga malem, hastagnya "positive vibes only".
Lho, emang salah?
 
Toxic Positivity menurut Psychology Today adalah konsep dimana seseorang hanya berfokus pada hal-hal positif dan menolak apapun yang dapat memicu emosi negatif. Kondisi ini membuat seseorang berpikir bahwa menjadi positif adalah satu-satunya cara yang tepat untuk menjalani hidup.

Sekilas, pengertian diatas itu seakan-akan bener banget. Ya kalau mau hidup yang positif, maka berfikirlah positif agar semesta akan mengikuti.

Hmm

Gue sebagai orang awam yang sama sekali ngga punya background psikologi aja ngerasa kondisi ini ngga beres. Manusia dilahirkan dengan beragam perasaan. Ada joy, sadness, anger, disgust dan fear. Iya, gue emang lagi nyebutin karakter di film inside out. Inget ngga? ketika Si Joy egois banget pingin ngejaga biar Riley happy terus dan ngga ngebolehin emotion lain--terutama Sadness mendekat? Akhirnya Riley bingung sama perasaannya sendiri, ngga tau dia sebenarnya mau apa, terus setres.

Tadinya gue pikir ini cuma skenario aja, eh tapi setelah gue riset tentang Toxic Positivity ini, gue nemu artikel menarik di Kumparan.

Dikutip dari Kumparan, dr Jiemi menjelaskan bahwa setiap emosi itu punya pesan. Kalau emosi-emosi itu disangkal atau dipendam demi terus terlihat positif atau bahagia di depan orang-orang, yang ada emosi negatifnya menumpuk, kemudian bisa memicu stres dan sakit psikis serta fisik alias psikosomatis.

Gila, betapa kata-kata manis efeknya bisa pahit banget

Mungkin secara tidak sadar, kita sering menjadi tersangka toxic positivity kepada kenalan kita. Pasti kalian semua udah ngga asing dengan kalimat ini :

"Duh aku sedih, pacarku kemarin ketahuan selingkuh"
"Yaela gitu aja sedih, kemarin pacarku ketahuan selingkuh malah gue yang ditampar didepan orang banyak dan dia belain selingkuhannya"

"Duh, aku cuma dapet gaji UMR padahal kerjaan gue bikin mo mati"
"Hmmm kamu kurang bersyukur...masih banyak orang yang ngga makan lho. Kamu itu beruntung banget masih punya kerjaan"

"Orang tuaku abusive"
"Mereka ingin yang terbaik buat kamu, nggak boleh syuudzon sama orang tua. Mereka sudah didik kamu dari kecil"

Sering nemuin kasus-kasus diatas ngga?

Sama, gue juga. Kita emang hidup di masyarakat religius yang apa-apa kembali ke Tuhan. Apa itu salah? Ya engga. Sebagai orang yang beragama, gue kalau lagi sedih juga kadang balik lagi ke Tuhan, entah doa atau sekedar curhat

Tapi, kadang kita lupa, kalau ngga semua manusia itu kayak kita. Ada orang-orang yang merasa kalau masalahnya ngga selesei dengan doa. Ada orang-orang yang ingin didengarkan, dipeluk, dihargai dan divalidasi rasa sakitnya.

Tapi alih-alih kita memberikan ketentraman, kita justru menyalahkan dia karena memiliki emosi negatif--yang seharusnya wajar-wajar saja dimiliki oleh manusia. 
Akhirnya apa? 

Mungkin iya mereka diam dan berhenti merengek. Tapi mana kita tahu dalam hatinya seperti apa. Seberapa kuat dia menahan emosinya dan akan seperti apa kejadiannya jika suatu saat dia sudah tidak sanggup menahan emosinya 
Kalau lo merasa selama ini lo sering nge "Yaelah gitu doang nangis" ke orang, please dude-stop

Temen lo itu manusia bukan panda. Dia tahu kapan dia harus berhenti nangis tanpa lo suruh. Tugas lo sebagai teman, cuma ada buat dia, meluk dia and put yourself in her/his shoes. 

Jangan asal judge masalah orang. You have no idea what he's been through

"Huuuu kenapa aku gendut banget"
"Duuuh kamu cantik kok saaaay, ayo makan lagiii yolo!!!!"

Nah, kalau kasusnya kaya yang diatas, pernyataan Revina mengenai Body Positivity yang "larinya" malah ke Toxic Positivity bisa saja benar. 

Body Positivity, secara harfiah adalah penerimaan setiap perubahan tubuh. Kamu menghargai tubuhmu apapun bentuknya. Namun, bukan berarti kamu menjadi bebas dan tidak menjaga apa yang kamu punya dong?

Membiarkan tubuh yang obesitas tanpa hidup sehat, olahraga dan diet (yang disesuaikan dengan arahan ahli gizi) tentu bukan termasuk body positivity. Ingat, marwah body positiviy adalah menghargai tubuhmu. Jadi kalau kamu serampangan dan tidak mengurusnya, ya mohon maaf jangan bacot tentang body positivity.

Dear, sekedar mengingatkan bahwa antrian bpjs bakalan selalu panjang

Trus harus gimana dong? ngolok ngolok gendut, ketek bau dan bokongnya item kek Revina?

Ya jangan. Mungkin Revina benar tentang Toxic Positivity. Tapi dia lupa kalau sebagai manusia, dia perlu punya empati.

Mungkin maksudnya baik, untuk mengingatkan orang agar dia semakin semangat memperbaiki diri. Tapi jika kata-katanya diucapkan dengan diksi menyakitkan, di tempat dan waktu yang salah, ya mohon maaf kamu akan menjadi musuh masyarakat cabang olahraga pembully

Wkwkwk, susah juga ya jadi manusia
Untung gue stiker pentol


X. Bita



*Ini tulisan lama, tapi baru nyadar kalo belom gue aplot dan nongkrong di draft dari lama :'( Sorry kalo udah ga relevan


Oh, Hai!

Dari awal film ini masang trailer, gue udah langsung “Cole Sprouse main film ga bilang bilang gue???????????

gajuga deng

Terlepas gue emang menggilai karunia indah Tuhan berbentuk Mas Cole Sprouse, trailer film ini lumayan bikin “cok, kudu ndelok masio melarat” meskipun, beberapa tahun terakhir gue sangat amat menghindari film sedih because….. I don’t have any shoulder to cry on. God please
Tapi trailernya berhasil menjawil jawil rasa kemanusiaan gue untuk zakat ke xxi. Fun fact, five feet apart hanya tersedia di xxi. Jadi bagi klean pemuja cgv segeralah wudhu dan buat pengakuan dosa ke xxi terdekat

Five Feet Apart menceritakan dua anak manusia, Stella dan Will. Mereka berdua dinilai Tuhan cukup kuat untuk diberikan cobaan berupa penyakit yang mematikan. Wow, I love the way I describe it.

Stella sakit dari kecil, makanya seluruh rumah sakit akrab dengan sosoknya. Nama penyakitnya susah, Cystic Fibrosis. Sebagai manusia yang kena radang aja udah ngerasa paling lemah sedunia, nama penyakit ini tentu asing di telinga. Menurut google, cystic fibrosis atau fibrosis kistik adalah penyakit genetika yang menyebabkan lendir-lendir di dalam tubuh menjadi kental dan lengket, sehingga menyumbat berbagai saluran, terutama saluran pernapasan dan pencernaan.

Seorang penderita Cystic Fibrosis, tidak boleh berada terlalu dekat dengan penderita Cystic Fibrosis lainnya. Karena dikhawatirkan bakterinya saling silaturahmi dan urbanisasi. Disinilah konfliknya

Bhayangin

Klean kalo cinta sama orang, paling ngga ingin selalu berada dekat dengan dia. Pengen cium parfum dia, pengen liat bola matanya dari dekat. Pengen usap usap manja rambutnya, pengen sandaran di bahunya, kepingin dipegang tangannya. Kepingin…..sesekali…..kalau ga ketahuan satpol pp…dipeluk atau dicium sama dia. Itu fitrah. Ya meskipun sama admin Indonesia tanpa pacaran ga boleh kalau belum sah.

Stella ga bisa kaya gitu. Karena yang dia cinta adalah Will, yang sialnya sama sama penderita Cystic Fibrosis. 

Andai sakitnya hanya cantengan

Pembentukan alur di film ini sebenarnya klise. Dua orang berbeda sifat, satunya bossy satunya pemberontak. Saling tertarik. Aku sebenarnya agak “Ha?” dengan cara film ini menyatukan keduanya. Karena ketemu sekali lalu si Stella merasa terganggu banget dengan cara Will berperilaku. Asli, Stella kalau nggak sibuk berobat pasti cocok jadi Guru Aqidah Akhlak di MTS

but later i found out, besides she had cystic fibrosis, she also had an OCD. That explain everything

Tapi nih tapiiii, lo pernah nga sih? Ketemu dengan orang baru yang secara fisik, menarik dan meskipun semesta mempertemukan kalian melalui hal yang sebenarnya basic, tapi kamu pura pura terganggu untuk menutupi kenyataan bahwa kamu ingin interaksi yang lebih dan asyik

Oh iya sebelumnya permisi saya mau bilang I don’t give a single shit  buat klean klean yang “mEnuru7 Que F1siK iTu G4 Penting. yG pentinG adalah hatinYa” eh bangsat, anda baru ketemu dengan orang asing masak iya langsung bilang “Assalamualaikum, saya ingin lihat hati anda. Saya sudah bawa pisau dapur jadi apakah kita bisa mulai sekarang prosedurnya?”

Dokter bedah ketemu jodohnya juga ga gitu gitu amat. Personal appearance itu tetap penting. Paling tidak sebagai kesan pertama. Setelah itu baru kita bisa melakukan seleksi melalui kepribadian, kebiasaan, atau pola pikir. Begitu.

Will mengikuti Stella ke ruangan bayi, pingin tahu Namanya siapa, bahkan sampai stalking youtubenya Stella, tentu bukan karena Stella orangnya asyik. I mean, darimana Will tahu kalau Stella orangnya menyenangkan kalau ketemu saja, barusan? Ya tentu karena secara fisik, Stella mampu mengetuk rasa penasaran Will.

Dari mata turun ke iphone-stalking-baru ke hati.

Jadi aku pikir, film ini cukup masuk akal juga pendekatannya.
Dalam waktu yang singkat mereka sama sama suka. Tapi mereka terhalang SDR. Short Distance Relationship. Awalnya Will yang pada dasarnya pemberontak, tetap nekat ngedeketin Stella. tapi karena perawat mereka pantang menyerah seperti sekutu ceramah tentang bahaya yg akan terjadi jika mereka terus berdekatan—bahkan bisa sampai mati, Will memilih pasrah dengan nasibnya
Giliran Will pasrah, Stella yang cari cara. Iya, cewek emang gitu

Dan caranya itu manis bgt mo nangissss.

Five feet apart atau sekitar 1,8m itu sama dengan Panjang tongkat billiard. Jadi Stella kalau mau ngajak kencan Will selalu bawa bawa tongkat itu. Mereka saling pegang ujung tongkat billiard itu dan pretend bahwa tongkat itu adalah tangan mereka. Asli, sakit gue disini

Film ini ngajak nangis dengan cara menyakitkan. Tahu cara menyakitkan itu gimana? Yaitu si pemeran utama selalu menampakkan diri bahwa mereka tidak apa apa, menampakkan diri bahwa mereka selalu punya cara untuk melawan keterbatasan mereka. Padahal sebenarnya mereka sudah diambang kemampuan mereka. Diambang batas mereka. Mereka tahu, penonton tahu, tapi mereka tidak berhenti untuk cari celah ketawa Bersama dan itu…….oh my heart already breaking and this film just twist the knife

Kalian nonton aja lah ya
Gue kalau inget wajah Will nangis lagi soalnya. Rasanya seperti dibawa ke suasana anak kelas 3 SMA yang sedang ESQ.

“bayangkan ketika kalian pulang sekolah ……dirumah kalian ada bendera kuningggg!!! Ternyata bapak ibuk klean dibaiat Golkar”


Great movie 8/10


Salam
Berawal dari gue iseng nge retweet with comment suatu tweet di beranda twitter gue, Lani--adik satu satunya gue ikut ngekomen apa yang gue komen. Karena kami mengenal sebuah teknologi bernama whatsapp dan kebetulan hape kami bukan esia hidayah maka kami putuskan untuk lanjut ngobrol melalui aplikasi privat tersebut

Topiknya adalah, Lani lapor kalo ada oknum bude dari keluarga besar Abi yang mulai rewel nanya nanyain nyokap soal "Bita kapan kawin?"

Zuzur, meskipun topik semacam ini harusnya udah gue antisipasi mengingat korbannya massal dan tidak hanya terjadi pada strata ato kelas tertentu aja. tapi tetep aja hati gue (tiba tiba) mencelos

Mencelos kenapa?
karena selama ini gue slalu membangga-banggakan keluarga gue adalah keluarga supportif yang sama sekali nga pernah ikut campur kapan gue mo kawin. gue mikin kaya gitu soalnya emang mereka nga pernah nanya langsung di depan muka gue. jadi gue ngira "wah, asik nih. Meskipun dah tua tapi jiwanya muda nga nyuruh orang cepet cepet kawin"

Ternyata, namanya bude tetaplah akan menjadi bude
ya emang ga bakal jadi anggota kerajaan panama juga sih, tapi paling nga gue  kalo besok jadi seorang bude, gue bakal jadi bude gaul cem Jennifer Anninston lah bro. Gile

Mereka bukannya asik nga mikirin kapan darah daging orang kawin, tapi guenya aja mujur karena hidup jauh dari mereka. Jadi emang nga ada waktu buat diceramahin masalah ginian

Balik lagi ke cerita Lani.
gue tanya, siapa oknum bude yang nanya? 
ngaaaa gue nga mau ngebikinin bude gue thread di twitter, cuma buat jaga-jaga aja. Jadi kalo misal ada kesempatan pulang kampung, gue tahu bude yang mana yang harus dihindarin

Ternyata Lani nga bisa ngasih tau bude yang mana. Soalnya dia juga tahunya dari Ibuk. Jadi ceritanya, kemarin Abi-Ibu-Lani pergi ke tempatnya para bude ini soalnya lagi ada syukuran rumah baru. Nah, pas pulang, di mobil Ibuk cerita kalo tadi ditanya-tanyain sama para bude ini

[ini harusnya pake bahasa jawa tapi gue translate biar kalo ada yang baca dari bulukumba masih bisa tau artinya]
"Bita kapan kawinnya?"
"Ini sudah waktunya dia"
"Dia itu kelamaan hidup di kota besar. Makanya dia nggak kepikiran nikah"
"Emang masih belum ada yang deket?"
"Mau dicariin tah?"
"Sampai kapan Bita mau dilangkahi?"

BTW gue emang abis dilangkahi sama dua sepupu gue. Satunya cowok usia 20 tahun (iya lo nga salah baca, dan no dia bukan hamilin anak orang. ya emang dah pengen nikah aja) trus satunya lagi sepupu cewe yang usianya satu tahun dibawa gue 

Tapi gue ngga merasa sebel tuh dilangkahin mereka. Ya ngapain njir, emang dilangkahin sesuatu yang memalukan apa? Selama mereka rasa mereka siap dan itu sudah 'waktunya' mereka nikah ya ngapain ngeribetin sodara lain yang belom nikah siiiiiih???

Lagian sepupu doang. Lani aja kalo emang Allah berkehendak nikah duluan yaudah atuh sok aja mangga. Aku dukung dengan sepenuh jiwa

Weitsss tegar gila gue kedengerennya
bukannya begitu sobat kekeyi...
gue bukannya setegar itu juga, nga.

Gue cuma percaya setiap manusia udah punya 'waktunya' dan waktu orang satu dan orang lainnya itu beda beda

Ada yang 20 udah dipertemukan dengan jodohnya, ada juga yang 25 masih meraba-raba. Itu skenario yang udah dipilih Tuhan buat kita. Siapa gue minta ganti skenario? Gini deh, kalau nih, kalau, Tuhan minta gue nikah umur 23 ya pasti umur 23 gue udah neng nang neng glung dan ngga kedinginan sendirian di kosan sambil ngomel ngomel kek sekarang 

Tapi nyatanya kan nga semudah itu dong pak eko

Disini gue mulai tahu kenapa akhir akhir ini, nyokap yang biasanya adem ayem mulai nanya nanya yang rada nyerempet. Ya gimana, kalo tiap ketemu ditanyain begituan ya cape juga ngejawab tanpa kepastian. Untung aja rumah gue dan rumah keluarga besar itu jauh. Jadi nyokap nga perlu tiap hari bingung ngasih jawaban apalagi

Oh iya, while we talk about this. let me tell you the answer of my bude bude annoying question. yuk maree...

"Bita kapan kawinnya?" 
kalau udah waktunya
"Ini sudah waktunya dia"
tahu darimana?
"Dia itu kelamaan hidup di kota besar. Makanya dia nggak kepikiran nikah"
kepikiran koook, bahkan gue juga udah nyiapin nama anak cowok. nama anak cewe yang masih belom gue tentuin. apa kata bapaknya aja kali biar adil
oh iya, kalo udah kepikiran nikah itu berarti harus siap kepikiran kesehatan finansial nga sih? nanya doang bude, nga minta sangu kok
"Emang masih belum ada yang deket?"
ada, alhamdulillah. ganteng dan keren banget. suami ato pacar lo kalah semua, mampus. canda zheyeng
"Mau dicariin tah?"
hah? apa? pokemon?
"Sampai kapan Bita mau dilangkahi?"
sampai orang orang bisa menormalisasi fenomena menikah tanpa bingung kalo ada sodaranya yang lebih tua belom nikah

Gini lho Suratman
ini kan nikah ya, bukan kek lo lagi ujian kenaikan kelas gitu jadi kalau nga sekarang nikah berarti dibilang tinggal kelas?

Ini masalah dua hati yang harus nekan ego masing masing untuk saling kompromi sampe mati. Iya, sampe mati. Siapa emang yang mau nikah berkali kali?

Kalau urusannya sepenting ini ngga mungkin dong kita grusa grusu nentuin tanggal rabi. Ya mungkin untuk sebagian orang menikah segampang dan semudah rey mbayang vs dinda hauw. Tapi bagi sebagian lain, gue lebih tepatnya--pengen momen sakral ini bener bener se spesial itu

Dan menurut gue, ngga ada yang lebih spesial dari ada di waktu yang tepat

Nasi goreng spesial kalo makannya saat lagi kenyang juga rasanya nga bakal spesial

"Selamat menikah, semoga bahagia terus apapun jalan cerita"
"Wah thankyou banget bit, semoga cepet nyusul"
............

"Emang lo udah sampe mana sih?"

X.B
Salam

Woe, gue bener bener punya masalah sama procrastination. Aslee sebenernya banyak hal yang ada di kepala gue dan sedap betul kalo gue tuangin di tulisan, tapi udahhh....nguap semua ditelan usia.

Tulisan ini gue dapet baru baru ini. Materinya masih anget, meskipun gue gak yakin bakal ada manfaat bagi kemaslahatan umat ato engga. Tapi dari awal gue emang mau ngejadiin platform ini sebagai diary onlen yang bisa gue ketawain di usia yang lebih mature (JANGAN PANGGIL TUA) so...yeah here we go

Mungkin kalian yang ngga punya kerjaan sampe sampe sempet baca tulisan tulisan gue yang lama, bakal ngeh kalo gue punya concern ke body shamming, make up shamming, pokoknya segala sesuatu yang berhubungan dengan bullies issue.

Alasan gue concern banget sama hal tersebut sesimple gue pernah ada di segala posisi.

hhh, knp ngga enak banget gue bacanya "segala posisi"

Intinya gue pernah ada di sisi yang di bully, pembully, dan orang ketiga serba tahu. Tapi dari ketiga posisi tersebut, gue lebih sering jadi yang di bully. 

Dulu gue selalu langganan bully-bullyan umat. Bayangin, dari preschool, SD-SMP-SMA. Ngga ada hari tanpa dikatain atau dibanding-bandingin sama cewek lain :))). Gue nggak mau ngerinciin apa apa aja yang mereka katakan ke gue soalnya kadang gue masih nangis tiap malem kalo inget itu

Gue nggak ngada ngada. Asleee
Yah emang sekarang lo pada ngeliat Bita yang super pede, super selflove ngebranding dirinya selebgran (kalo lo nggak tahu, gue cuma becanda doang ya lol. followers baru 1000, selebgram naon hoee)
Tapi kalian ngga bakal nyadar kalo setiap gue bangun pagi, gue ngeliat kaca dan ngucap 

"Lo bisa nggak sih, ngebanggain gue dikit?"
atau
"Lo bisa cantik dikit ngga anjeng?"
atau
"KENAPA LO ITU LO SIH!!!!!!"

wo hooo
gue ngetik sambil nangis
wwkwkwkwkwkw

What i want to say is....
Betapa bully-bullyan para bedebah di masa lampau itu affect so much worse ke gue. 
Gue sepenuh hati belajar dandan, belajar mix n match baju, baca banyak buku, skincarean. Harusnya ini semua adalah kegiatan positif dalam rangka selflove
Tapi bagi gue ngga

Bagi gue, semua kegiatan ini cuma bikin gue "tenang sementara" sama keadaan gue. Gue bilang gitu karena efeknya sama. mau sebanyak apapun serum yang gue pake, setebel apapun dempul yang gue templokin ke muka, sebanyak apapun buku yang gue beli di gramedia, tetep aja gue tetep nangis liat diri sendiri di depan kaca
Bahkan banyak followers gue yang nanya 
"Kak Bita pake skincare apa? mulus banget"
"Kak Bita pake lipstik apa? baguss banget kak"
"Kak Bita beli baju dimana? keren bangeeet"

Tapi tetep...
Gue masih nggak merasa worth it
Gue masih nggak merasa worth to love
Gue masih nggak merasa matter

Padahal Gue pengen, sekali kali ngerasa bangga dengan apa yang ada di diri gue

Tapi Gue nggak pernah ngerasain euforia kek gitu. Oke di sosial media gue tampakin betul kecintaan gue terhadap diri gue. Lama lama gue sadar, gue cuma lagi pake topeng

in fact, i never be proud of my self

Shit, gue nangis lagi

Banyak yang bilang Bita dulu dan Bita sekarang beda banget dandanannya. Oh iya, betul. Emang jauh beda
Bully-bullyan itu yang bikin gue concern banget ama penampilan fisik
Setiap orang yang bilang penampilan fisik itu nggak penting, gue suruh makan tai
Wkwkwk, sedalem itu efek bully di gue.

Udah ah curcolnya
Gue cuma mau bilang. 
Bagi lo semua yang masih memperjuangkan self love. Yuk pelukan :')
Keknya gue ngga bakal bisa self love dalam waktu dekat, but at least we never tired to try

Oh iya satu lagi.
Di luar dari pengalaman buruk gue dari SD-SMA, penampilan fisik emang penting. Physical appearance adalah pintu bagi manusia untuk masuk dan menyelami karakter lawan bicaranya
Kalo dari pintunya aja orang males masuk, gimana dia bisa tahu kalo didalam rumah itu ada masakan yang enak dan suasana yang adem. Ye nggak?
Lagian, nggak ada salahnya buat memperbaiki diri
Self love kan bukan berarti lo harus terima apa yang ada di diri lo
Self love menurut definisi gue adalah, gimana lo mau mencintai diri lo dan tumbuh berkembang bersamanya

Selamat Berjuang, sis <3


Lama tidak update kehidupan dunia
Sekalinya mau update, dunia lagi brengsek brengseknya

Jujur saja, gue sudah ada di tahun ketiga untuk menyerah tentang resolusi tahun baru. Gue stop bikin resolusi aesthetic ala pinterest artist yang menghabiskan banyak kertas dan bolpen warna karena menurut pengalaman, setelah seminggu resolusi itu dibuat gue udah lupa semua. Tapi stop bikin resolusi, bukan berarti ga punya harapan juga. Jangan salah, harapan gue buat 2020 banyak. Apalagi gue udah 25 tahun. Produksi kolagen dalam tubuh mulai berkurang 1% pertahun and im so scared about this.

Semua harapan gue--termasuk di dalamnya adalah cicilan sehat-- sudah terwakilkan dengan satu kalimat "2020 gonna be my year"

"My Year" my ass

2020 nggak hanya ngerjain gue, tapi juga ngerjain semua manusia dunia habis habisan. Corona si virus bajingan ini nyerang warga Wuhan-Tiongkok secara masif dan bikin orang meninggal dengan cepat. Gue ga begitu tahu bagaimana cara kerja ni virus tapi tiap hari korban yang meninggal makin banyak. Nggak cukup menginfeksi Warga Wuhan, virus ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia.

Meskipun banyak terjadi drama denial dari pemerintah yang tidak percaya virus ini sampai di Indonesia, toh ternyata Corona nga bisa ditolak juga. Per hari ini (Kamis, 2 April 2020) Jumlah Pasien Positif Corona di Indonesia sudah 1667 jiwa. 157 meninggal, 103 sembuh

Pemerintah akhirnya mulai membuat kebijakan (yang menurut gue sangat lemah dan rawan dilanggar) untuk self quarantine, self isolating, social distancing dan berbagai gerakan lainnya yang mengharuskan kita untuk diam dirumah. Kenapa gue bilang lemah? Karena pemerintah pusat nggak tegas. Nggak ada sanksi langsung untuk manusia manusia berani mati demi nongkrong. Kalo nggak dibantu dengan para Influencer yang concern tentang Corona dan kebetulan punya fans militan, gue yakin Indonesia bakal tetap rame aja

"Mati itu sudah Takdir dari Tuhan"

Bener kok, ngga ada salahnya. Coba lu jitak kepala Kim Jong Un. Gapapa, dirudal merupakan takdir Tuhan kok!

Singkat cerita, seluruh kegiatan perkantoran mulai pertengahan Maret sudah dihimbau pemerintah untuk dilakukan dari rumah. Kecuali pekerjaan yang tidak bisa dibawa pulang seperti frontliner bank, call center, pegawai SPBU dll. Jalanan Jakarta jadi sepi. Biasanya dari kosan ke kantor itu butuh waktu 45 menit, tapi gara-gara Work From Home ini, Gue cuma perlu menghabiskan waktu 20 menit

Kala itu kantor gue emang belom memberlakukan Work From Home. Padahal profesi gue sebagai Business Development yang mana kerjaannya bisa dihandle dari rumah asal ada internet. Tapi namanya kuli, ya nurut aja apa kata atasan. Meskipun seneng jalanan sepi, tapi tetep aja takut di hadang virus di tengah jalan. 

Wah baru kali ini gue berangkat kerja kayak mau berangkat perang di Afghanistan. Baru kali ini gue cuci tangan setiap ada kesempatan. Dan, baru kali ini gue merasa insecure buat beli makanan di warteg kesayangan gue. Sedih bor, padahal Warteg langgangan gue itu bersih, tapi tetep aja takut. Corona ga liat siapa dan dimana soalnya

Makin hari keadaan bukannya semakin baik malah semakin buruk. Semenjak jagad twitter rame kembali, Gue jadi punya informasi yang lebih up to date. Biasanya gue baca dari thread orang dulu, abis itu baru gue crosscheck ke media massa. Makin nelangsa aja kalau kabar buruk di thread-thread tersebut ternyata benar adanya

Hari ini adalah hari ke 7 Self Quarantine karena mulai Hari Jum'at minggu lalu, atasan gue sudah memberlakukan Work From Home. Selama 7 hari itu gue merasa kamar yang tadinya nyaman berubah jadi neraka. Gue ceritanya di postingan selanjutnya kali ya

Ada satu berita lagi yang bikin sedih. 

Presiden Jokowi sudah menyiapkan Perpres dan Inpres tentang larangan mudik lebaran. Gue ingat beberapa tahun yang lalu mendengar cerita seorang teman yang memutuskan tidak mudik lebaran karena mending uang tiket mudiknya digunakan untuk keperluan di kampung halaman. Gue sangat prihatin banget sama kisah dia. bahkan gue bilang

"Gue gak bayangin kalo gue harus lebaran di Jakarta. Nangis aja kayaknya masih kurang"

Dan sebentar lagi gue terancam akan ada dalam kondisi paling menakutkan menurut gue. Lebaran tanpa keluarga

Kalau mau egois sih gampang. Gue bisa aja pulang sekarang. Toh kayaknya Work From Home ini akan diperpanjang mengingat kasus ini semakin bertambah besar.

Tapi gue gamau jadi egois. Gue ga mau ambil resiko jadi carier buat keluarga gue di Lumajang. Gue juga gamau nambah nambahin beban pemerintah dan tenaga medis yang habis habisan korban nyawa berjuang buat virus bajingan ini

Sekali-kali Lebaran tanpa keluarga ga bakal bikin gue mati juga.
Tapi kalau gue tega jadi carier dan bikin orang rumah kena Corona, sampe mati gue ga bakalan baik baik aja

Semoga dunia cepat pulih dan kembali seperti sedia kala
Aamiin


Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

ABOUT ME

Slytherin attitude with Hufflepuff feelings | Blair Waldorf fan since day 1

Categories

  • #FT
  • #TODAYSPIN
  • body shamming
  • fashion
  • fool's gold
  • four
  • interpretation
  • lifestyle
  • lirik
  • lyric
  • music
  • old
  • one direction
  • opinion
  • shirt
  • Teenage
  • terjemahan
  • translate
  • woman

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

facebook google twitter tumblr instagram linkedin

Follow Us

Blog Archive

  • ▼  2020 (5)
    • ▼  Oktober (1)
      • Body Positivity = Toxic Positivity?
    • ►  Agustus (2)
      • #FILMOLOBITA 3 : Five Feet Apart
      • Cepet Nyusul Yaaaa...
    • ►  Juni (1)
      • Pura Pura Selflove
    • ►  April (1)
      • Me vs Corona
  • ►  2019 (1)
    • ►  November (1)
  • ►  2018 (3)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2017 (2)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2016 (4)
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (1)
  • Home
  • Travel
  • Life Style
    • Category
    • Category
    • Category
  • About
  • Contact
  • Download

Pages

  • Beranda

Popular Posts

  • #FILMOLOBITA 1 : YOWIS BEN
  • Body Positivity = Toxic Positivity?
  • #FILMOLOBITA 3 : Five Feet Apart

Designed By OddThemes | Distributed By Blogger Templates