Body Shamming Isnt A Joke

source : google


Assalamualaikum. Wew, its been a long time since my latest post. I wonder there was a Tom Holland (read : spider-man) when I decided to open this old blog. Ha!

source : google.

First. Let me write this post in Bahasa. Why?
Because tonite I want to write something important. an we know as well that my English (especially grammar) is so disgusting :D . so, yah change language…..processed…yeah, succeed!

Judul besar tulisan hari ini adalah Body Shamming.

Mengutip penjelasan Anna Margaretha Dauhan, seorang psikolog klinis dewasa dari Pusat Informasi dan Konsultasi Tiga Generasi yang diliput oleh Tabloid Bintang, Body Shamming bukanlah sesuatu yang baru. Hal ini sudah lama, dan bahkan kita tidak sadar telah “turut serta” melakukannya.

Saya merupakan pribadi pembenci akut perilaku body shamming. Tapi lucunya,  saya juga pernah-secara tidak sengaja-melakukannya-

“bita mau makan dimana?”
“mau makan di bu gendut”
“idih bita jahat ngatain orang gendut”

Baru deh sadar, saya baru saja melakukan contoh kecil body shamming. Setelah itu, saya mulai lebih berhati hati lagi dalam mengintrepretasikan seseorang.


Sebenarnya, apa itu Body Shamming?

Body Shamming menurut definisi sederhana saya adalah kata lain dari tindakan tolol yang senang sekali mencela bentuk tubuh seseorang atau bahkan diri sendiri.

Kenapa saya sebut tolol? Karena saya rasa masih banyak hal lain yang patut didiskusikan dan dibercandakan selain mencela fisik dan tubuh yang entah kita semua sadar atau tidak, semua itu adalah ciptaan, pemberian, rahmad dari Tuhan.

“Buset, si anu lewat, jalanan udah kaya gempa dah”
“Itu perutnya hamil sewindu?” (lagu tulus kali sewindu)
“ih lo ga pantes pake baju model begini, depan belakang jadi makin ga keliatan. Hahahaha, eh liat deh si anu, masa dia mau pesen baju kaya gini”

Pertanyaan saya, itu lucu? Because According to me, No. 
BIG NO pake capslock.

Like really, I wonder why people act so disgusting. Mengatakan hal yang kurang baik tentang bentuk tubuh seseorang. Dan seringkali lebay. Orang gendut, seakan akan bisa membuat satu gedung runtuh. Orang yang dadanya rata seakan akan dapat menyebabkan Indonesia paceklik dua tahun.

Pertanyaan kedua saya, melakukan hal semacam itu fungsinya apa? Biar apa?

Apakah dengan kalian mengatakan seseorang gendut banget, besok kalian langsung diangkat menjadi menteri pemberdayaan perempuan?

Apakah dengan kalian bersusah payah koar koar mengatakan seseorang tidak punya dada, lantas besoknya pendapatan perkapita Indonesia bertambah?


“Jangan sensitif lah, kan aku hanya bercanda”

Hey bung, Body Shamming tidak sebercanda itu! Mungkin terdengar lucu bagi kalian mengatakan perut seseorang seperti lapangan udara soekarno hatta. apalagi orang yang kalian tertawakan, juga ikut tertawa bersama kalian. Wah, merasa diatas angin. Merasa bahwa lawakan kalian sangat menghibur dan berkualitas tanpa mempertimbangkan perasaan orang yang kalian jadikan objek lawakan, tanpa kalian tahu sudah turun berapa persen kepercayaan diri "korban kalian"

SUAMI
Source : Google
It only takes a minute to call a girl fat and she’ll take a lifetime trying starve herself. Think before you act. –Harry Styles

Artinya apa?
Hanya butuh waktu sebentar untuk mengatakan seorang gadis itu gendut. Dan setelah itu, hidupnya tidak akan sama lagi. dia akan menghabiskan seluruh sisa hidupnya, dengan cap “saya gendut, saya berbeda dengan yang lain, berarti saya tidak cantik”

Saya sendiri heran, kenapa Body Shamming menjadi sebuah tren untuk saling mengakrabkan diri. Seriously? Tidak ada cara yang lebih idiot dari itu?

Boys, Girls, Wake Up! Body Shamming bukanlah bentuk dari keakraban! Body Shamming adalah tindakan bullying bermodus bercanda. Ilustrasinya seperti srigala berbulu zayn malik. Dampaknya berbahaya sekali. Dari krisis kepercayaan diri hingga berakhir kematian karena bunuh diri. Silahkan cari contoh kasusnya di Google. Banyak,  


“Kamu terlalu sensitif dan hiperbola, aku berkata begitu karena peduli kepadamu”

Astaga! Jadi begini.

Jika anda merasa benar benar peduli dengan teman anda yang gendut, silahkan bawa dia di tempat yang sepi, dan mulailah berpetuah mengenai ajakan diet (bila perlu belikan Slin n Fit dari Kalbe Nutritionals untuk mendukung program diet sehatnya)untuk kebaikan dan kesehatannya.
source : google
Jika anda merasa teman anda tipis kering kerontang, silahkan bawa dia ke supermarket dan paksa dia beli susu full cream.

Buatlah percakapan kalian se-privasi mungkin. Jangan didepan banyak orang, apalagi anda jadikan materi komedi didepan khalayak.

Kenapa?

Ilustrasinya begini: anda tidak bisa mengerjakan soal matematika di depan guru privat, dibandingkan dengan anda tidak bisa mengerjakan soal matematika di depan kelas, disaksikan oleh puluhan pasang mata teman sekelas dan satu pasang guru pelajaran anda. Kondisi mana yang akan anda pilih?

Tentu saja pilih keadaan yang pertama bukan?. Tidak terlalu malu, tidak sungkan bertanya apa yang masih belum jelas, meminta tips untuk mendapatkan cara yang cepat-tepat-dan praktis, menangkap dengan seksama apa maksud dari suatu pelajaran, bahkan endingnya akan mampu menguasai pelajaran tersebut. Itu adalah kelebihan sebuah “privasi”

Sama dengan kasus anda. Jika dalam case ini, luhur mulia anda memang peduli dengan sahabat anda, maka cara privasi adalah hal yang paling anda berdua butuhkan. Dengan privasi, sahabat anda tidak perlu malu dengan keadaan fisiknya. Justru dia semakin bersemangat untuk berubah menjadi yang lebih baik

 “Ah teman saya mah selaw orangnya. Ga kaya elu yang baperan”

Setangguh apapun seorang manusia, pasti ada titik dimana dia merasa sangat malu, sangat terhina, marah terhadap sesuatu hal. Perasaan tersebut semakin menguat jika hal yang membuat dirinya malu-terhina-marah dilakukan didepan banyak orang. Apalagi lingkungan menyetujuinya dan memaksanya berfikir menurut cara pandang atau pola fikir mereka.

Entahlah, sejak ada kosakata baper dalam kamus hidup generasi muda, para anak gaul itu jadi lupa “unggah ungguh”, lupa bagaimana cara meminta maaf, lupa menghargai perasaan manusia lainnya. enteng sekali rasanya “ah di amah baperan orangnya”

Bukannya menjadi lebih baik, sahabat anda justru memulai krisis dengan kepercayaan dirinya. Ya bayangkan saja, setiap hari dia hidup di lingkungan yang mensugesti bahwa dia gendut, bahwa gendut itu dosa, bahwa gendut itu tidak cantik jadi dia tidak akan bisa menikah.

Padahal gendut bukanlah dosa, tidak punya dada besar, bukan sebuah masalah.
hal yang kemudian menjadikan two things diatas menjadi sebuah masalah, adalah penilaian dan tuntutan lingkungan terhadap mereka.

Sungguh dunia yang aneh. jelas jelas setiap manusia diciptakan Tuhan dengan perbedaan kelebihan dan kekurangan. semuanya ada untuk bersama sama melengkapi satu sama lainnya. kita tidak bisa pukul rata menilai seseorang sesuai dengan standar kita. karena pada dasarnya setiap  manusia itu berbeda dan setiap manusia punya hak untuk menjadi apa yang dia suka.

orang yang setiap harinya menerima Body Shamming dari lingkungannya, dikhawatirkan menjadi pribadi yang memandang rendah dirinya. Rasa bangga dan percaya terhadap dirinya sendiri hilang ikut angin. Hal ini menyedihkan, karena, biasanya orang yang kehilangan kepercayaan diri merasa tidak pantas untuk bersanding dengan lingkungannya, merasa ada di peringkat paling bawah dalam sistem kasta.

Hidup mereka pun tidak akan berkembang. Mereka cenderung takut memulai sesuatu karena mengkhawatirkan berbagai hal. Khawatir tidak berhasil, khawatir jika kekurangannya yang lain akan semakin terbuka jika terlalu banyak mengambil langkah. Akhirnya? Impiannya hanya tinggal hiasan tidur saja. Mengambil langkah aman. Diam di tempat, ikut tertawa dalam kesakitannya, membenci tubuhnya yang tidak sesempurna orang kebanyakan, berkhayal dia tidak terlahir pada kondisi fisik yang sekarang. Jika sudah demikian, wah, selamat, anda benar benar telah menghancurkan hidup seseorang.

Saya tidak lebay ketika menulis ini.

Sudah banyak cerita bunuh diri di beragam media hanya karena orang itu tidak puas dengan bentuk tubuhnya.

Mari kita bersama membayangka, jika orang yang bunuh diri itu tidak disugesti lingkungannya bahwa dia tidak punya dada, mungkin dia masih mencintai dirinya, jika orang yang bunuh diri tidak disugesti kawan baiknya bahwa dia gendut, mungkin dia masih memandang tinggi dirinya. 

Orang yang mencintai dan memadang tinggi harga dirinya, maka dia tidak akan begitu saja bunuh diri dan meninggalkan hidupnya kan?

Jadi, Siapa lagi yang harus disalahkan jika bukan orang lain disekitarnya? Tuduhan saya beralasan bukan?


Oh iya ada satu fenomena lagi yang lucu dalam dunia per-body-shammingan. 

fenomena yang dimaksud adalah fenomena serba salah. korban body shamming yang setiap hari selalu disugesti mengenai bentuk badannya, berencana untuk berubah. Tapi setelah dia berubah, bukan pujian yang didapat, malah kata kata sinis penuh judgemental.

Saya punya satu cerita. dan kebetulansaya sendiri yang mengalaminya.

Sudah jadi lawakan umum, bahwa saya kurus kering kerontang tidak punya dada. Banyak yang menjadikannya lawakan, dan saya kadang ikut tertawa-meskipun lama lama panas juga.

“si bita bener bener ya, ga bisa dibedain mana yang depan mana yang belakang”
Nah, pada saat itu, saya iseng membalas “tidak usah khawatir, sebentar lagi saya beli minyak bulus. Jangan kaget besok saya jadi dewi persik”

Kemudian satu dari salah seorang yang melakukan body shamming itu berkata “kenapa sih, harus merubah bentuk badan yang sudah Tuhan kasih? Memang harus ya, dada wanita itu besar?”

Saya terhenyak


Loh, jadi, Robitah Eldaroini harus bagaimana?

Katanya tidak bisa membedakan depan dan belakang, sekalinya bercanda ingin beli minyak bulus, langsung mendapatkan pertanyaan judgemental semacam itu. Lagi lagi ngebatin saja, yah..namanya juga rempahan kerupuk rohingya

“Ya gue emang kaya gini orangnya. Gue orang ceplas ceplos kalo lo temen gue, yang maklumin dong”

Baiklah. Dalam sebuah pertemanan toleransi wajib hukumnya untuk dijunjung tinggi. Kita harus saling memaklumi sifat dan tabiat teman kita sendiri. Jika ditengah tengah perjalanan tiba tiba kita merasa tidak sejalan, maka perlu dipertanyakan kembali motivasi apa yang membuat kita dan teman kita menjadi dekat dan memutuskan bersahabat.

Namun yang perlu digaris bawahi, rasa toleransi, menghargai dan memaklumi harus dilakukan oleh kedua belah pihak.

Teman anda memaklumi kebiasaan ceplas ceplos anda,

Tapi sudahkah anda memaklumi apa adanya teman anda?

Pernahkan anda menghargai kehadirannya?

Pernahkan anda memikirkan perasaan dan posisinya?

Apakah anda benar benar peduli atau menganggap teman anda adalah objek canda?

Entahlah, karena jika definisi pertemanan anda belum memikirka empat hal yang baru saja saya tanya, wah konsep pertemanan anda egois sekali ya!


Ps : Tulisan ini adalah opini seorang Robitah Eldaroini yng baru saja masuk di zona dewasa. Mohon maaf jika ada kata yang salah, atau cara dan pola pikir kita yang berbeda. Intinya, saya mengajak kita semua untuk lebih menghargai orang orang disekitar kita dengan segala kekurangan dan keterbatasannya, ajak mereka untuk mencintai dirinya, dukung mereka untuk terung berkembang dan meraih impian mereka. John Maxwell dalam bukunya : 25 cara memenangkan hati orang lain, mengatakan : Jika anda ingin disukai oleh orang lain, maka buat mereka merasa dihargai dan jadilah saluran berkat bagi hidupnya.

STOP BODY SHAMMING!
STOP LABELLING, START LIVING !

0 komentar